KKL Dishub Kota Salatiga

Sidang istimewa ini baru pertama kali dilaksanakan dan disaksikan oleh masyarakat dari Kota Salatiga maupun luar Kota Salatiga. Wali Kota, Ketua DPRD dan jajarannya,Forkopimda, Camat, Lurah dan RW se Kota Salatiga. Dalam rapat ini terdapat juga hiburan berupa musik keroncong, pertunjukan drama, monolog, dan kesenian tari. Kegiatan ini tidak hanya melibatkan aparat kepolisian, tetapi juga mengundang partisipasi aktif dari masyarakat setempat yang turut serta membantu membersihkan area tersebut.

Beliau menyatakan bahwa kabar baik bagi masyarakat bahwa telah disahkannya RUU PKS dan adanya sistem penanganan perkara berbasis teknologi informasi semakin memudahkan pemerataan keadilan di Indonesia walaupun banyak hambatan yang ada pada masa pandemi ini. Proses transfer knowledge tentang bagaimana teknik pembuatan perekat fragmen karang, penyusunan, dan pengeleman/penempelan fragmen karang pada media transplantasi. Praktek langsung dilapangan melibatkan masyarakat setempat dan anggota PAS. Yang merupakan Kepala Biro Hukum Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sebagai pemateri ketiga menjelaskan bahwa perlu adanya pemanfaatan atas teknologi dan informasi serta komunikasi untuk memberikan layanan kepada penggunaan SPBE. Menuju institusi berstandar dunia grand design atas pelayanan modernisasi pelayanan pertanahan telah menjadi fully digital dimulai pada tahun ini, yang diharapkan mampu menyiapkan Indonesia siap memangku standarisasi dunia pada 2025 mendatang. Beliau juga menyatakan bahwa percepatan pendaftaran tanah dan penggunaan dokumen elektronik untuk memudahkan pencetakan sertifikat tanah khususnya terhadap tanah adat, dengan demikian tujuan yang diharapkan adalah mengurangi sengketa negatif atas perebutan hak kuasa antara masyarakat dan pemerintah.

Memberikan pertanyaan mengenai saran yang dapat dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengembangkan perlindungan paten? “Bahwa penyebaran informasi adalah hal yang harus dilakukan dikarenakan terkadang seorang penemu tidak menyadari betapa pentingnya sebuah hukum paten untuk menjaga penemuanya” ujar Dr. Joachim Stellmac. Pada Senin 16 Oktober 2023, Bertempat di Ruang Rapat Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jakarta FH UPN “Veteran” Jakarta mengadakan Workshop Internal dengan tema “ Patent in Social and Humanity Studies. Dr Joachim Stellmac (Retired Directorate Asistant European Patent Office) dindung menjadi narasumber dalam acara ini, beliau menjelaskan secara umum apa itu hukum paten, bagaimana cara mendaftarkan paten, dan beberapa hal lainya terkait dengan European patent office (EPO). Selanjutnya sebagai keynote speaker Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komjen. Menyampaikan sambutannya diawali dengan ucapan selamat atas hari kelahiran Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta.

Kegiatan tersebut menandai dimulainya aktivitas kerja dan pelayanan pemerintahan untuk masyarakat. Kegiatan halal bi halal dan makan bersama seusai apel dimanfaatkan saling bermaafan antar pejabat bersama staf. Hal itu juga menjadi ajang silaturahmi setelah sepekan menikmati liburan Idul Fitri di kampung halaman masing-masing. Jumat 22 April, Telah resmi dilaksanakan pembukaan acara 4th National Conference on Law Studies 2022 yang mengangkat tema “Perkembangan Hukum Indonesia di Era Digitalisasi dan Pasca Pandemi Covid-19”. Hasil dari Pelaksanaan 4Th NCOLS nantinya akan dimuat di Prosiding Seminar Nasional dan Naskah Terbaik akan diterbitkan pada Jurnal Terakreditasi Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. Diharapkan Personel lantas mampu memberikan informasi yang cepat, aktual, faktual terkait kinerja positif polri di masyarakat, tutupnya.

Pj Gubernur Safrizal Pantau Hasil Perhitungan Suara Sementara Pilkada di Aceh

Beliau pun memberikan pemaparan terkait “Dinamika Globalisasi Mempengaruhi Berbagai Fenomena Ketidakpastian, Perubahan, Kompleksitas, Ambiguitas.” yang pada intinya berupa himbauan bahwa sangat perlu bagi kita semua untuk awas dan sigap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut perlu ditegaskan untuk menghindari kejahatan cyber (cyber crime) serta antisipasi akan adanya ketidakpastian yang tidak dapat diraba seiring derasnya perubahan zaman. Dalam kesempatan ini, Gubernur mengintruksikan beberapa hal, untuk dilaksanakan sebagai upaya membangun Aceh yang holistik dan integratif. “Selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan batin.

Dari total sampel dijumpai bahwa 45 orang (45%) responden memiliki tingkat pengetahuan dengan katagori “sedang”. Kepada para pembuat kebijakan kesehatan diharapkan terus meningkatkan sosialisasi obat generik. Kepada pelayanan kesehatan, agar dapat meningkatkan kinerja dalam penyuluhan program promosi obat generik di daerah. Tantangan reformasi hukum di era digitalisasi dan pasca pandemi covid-19 merupakan tema yang diangkat oleh pemateri pertama yakni Dr. Dhahana Putra , BC. IP., S.H., selaku Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Hukum dan HAM RI. Membahas mengenai UU ITE yang dirasa perlu dikaji kembali untuk menjaga ruang digital Indonesia bersih dari, dikarenakan dirasa masih banyak aturan dengan “pasal karet” atau bisa dimaknai sebagai ketidakadilan atas kehadiran multitafsir dari setiap pasal tersebut.

Pj Gubernur Safrizal Harap Dayah di Aceh Bisa Jadi Rujukan Pendidikan Islam di Indonesia

Insyaallah pun atas dukungan juga doa dari hadirin sekalian untuk mendukung hadirnya program MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka)  demi membangun kualitas mahasiswa yang lebih baik tak lupa mampu melahirkan insan unggul dan cakap hukum.” sambungnya. Pada kegiatan NCOLS tahun ini pun Fakultas Hukum UPN Veteran Jakarta menyiapkan lima pemateri yang tentu merupakan ahli dari setiap topik yang dibawakan. MH sebagai moderator, memantik ruang diskusi dengan menuturkan narasi terkait digitalisasi pada masa pandemi covid-19. “Jangan asal dapat gaji dan TPK, dapat uang tanpa kerja itu haram hukumnya. Harapan rakyat, bagaimana kita kerja menyelesaikan persoalan. Kita akan mendapat upah sesuai, sehingga kita benar dan jujur bekerja untuk rakyat.

“Penerbitan sertifikat secara elektronik secara digital akan dimulai aktifkan dari tanah milik negara terlebih dahulu, diakibatkan belum siapnya masyarakat dalam menyanggupi digitalisasi tersebut.” dilanjut dengan akan adanya kegiatan sosialisasi kepada masyarakat agar gerakan elektronisasi tersebut dapat terlaksana dengan baik. Kegiatan ini melibatkan Masyarakat Desa Sukakerta sebagai obyek transfer knowledge pada kegiatan transplantasi terumbu karang. Dr. Abdul Halim, M. Ag selaku Dekan Fakultas UPN Veteran Jakarta memberikan sambutannya lewat kata sapaan yang dihanturkan kepada tamu undangan dan para peserta. “Fakultas Hukum telah berusia tepat 22 tahun 24 April Minggu nanti. Dengan semangat yang tinggi Fakultas Hukum menjadi salah satu Fakultas dengan dua program studi S1 dan S2 serta akan disempurnakan dengan penambahan program studi S3 di waktu dekat ini.

BIRO ADMINISTRASI PIMPINAN SETDA ACEH Menyampaikan yang Layak Disampaikan

Pelatihan Dikmas Lantas ini diselenggarakan oleh Subdit Kamsel Ditlantas Polda Jambi dan diikuti oleh personel lantas Polres Jajaran dalam rangka memberikan pengetahuan terkait dengan tupoksi personel Ditlantas Polda Jambi. Mulai sekarang, Gubernur meminta SKPA untuk menghentikan semua penerbitan tabloid per cheap drugs dinas, namun diminta untuk menganggarkan dana promosi dan pemberian informasi. Harapnya lagi, arus penyampaian informasi public harus satu pintu, yakni Biro Humas. Materi paparan ini pun menarik perhatian para Dosen FH UPN “Veteran” Jakarta, pada sesi tanya jawab Dr. Iwan Erar Joesoef, S.H., Sp.N., M.Kn.

Semoga kita selalu diberikan keberkahan dan pikiran yang jernih untuk membangun Aceh. Tak lupa kita berdoa, semoga perjuangan kita membangun kemaslahatan rakyat Aceh, mendapat ridha dari Allah SWT,” ujar Zaini Abdullah, mengawali sambutannya. DPRD Kota Salatiga melaksanakan Sidang Paripurna Istimewa, Senin(24/7) dalam rangka Hari Jadi Kota Salatiga ke-1273 yang bertema “Bersatu, Tumbuh dan Maju” di Lapangan Alun-alun Pancasila.

Posted: November 28, 2024 4:24 pm


According to Agung Rai

“The concept of taksu is important to the Balinese, in fact to any artist. I do not think one can simply plan to paint a beautiful painting, a perfect painting.”

The issue of taksu is also one of honesty, for the artist and the viewer. An artist will follow his heart or instinct, and will not care what other people think. A painting that has a magic does not need to be elaborated upon, the painting alone speaks.

A work of art that is difficult to describe in words has to be seen with the eyes and a heart that is open and not influenced by the name of the painter. In this honesty, there is a purity in the connection between the viewer and the viewed.

As a through discussion of Balinese and Indonesian arts is beyond the scope of this catalogue, the reader is referred to the books listed in the bibliography. The following descriptions of painters styles are intended as a brief introduction to the paintings in the catalogue, which were selected using several criteria. Each is what Agung Rai considers to be an exceptional work by a particular artist, is a singular example of a given period, school or style, and contributes to a broader understanding of the development of Balinese and Indonesian paintng. The Pita Maha artist society was established in 1936 by Cokorda Gde Agung Sukawati, a royal patron of the arts in Ubud, and two European artists, the Dutch painter Rudolf Bonnet, and Walter Spies, a German. The society’s stated purpose was to support artists and craftsmen work in various media and style, who were encouraged to experiment with Western materials and theories of anatomy, and perspective.
The society sought to ensure high quality works from its members, and exhibitions of the finest works were held in Indonesia and abroad. The society ceased to be active after the onset of World War II. Paintings by several Pita Maha members are included in the catalogue, among them; Ida Bagus Made noted especially for his paintings of Balinese religious and mystical themes; and Anak Agung Gde Raka Turas, whose underwater seascapes have been an inspiration for many younger painters.

Painters from the village of Batuan, south of Ubud, have been known since the 1930s for their dense, immensely detailed paintings of Balinese ceremonies, daily life, and increasingly, “modern” Bali. In the past the artists used tempera paints; since the introduction of Western artists materials, watercolors and acrylics have become popular. The paintings are produced by applying many thin layers of paint to a shaded ink drawing. The palette tends to be dark, and the composition crowded, with innumerable details and a somewhat flattened perspective. Batuan painters represented in the catalogue are Ida Bagus Widja, whose paintings of Balinese scenes encompass the sacred as well as the mundane; and I Wayan Bendi whose paintings of the collision of Balinese and Western cultures abound in entertaining, sharply observed vignettes.

In the early 1960s,Arie Smit, a Dutch-born painter, began inviting he children of Penestanan, Ubud, to come and experiment with bright oil paints in his Ubud studio. The eventually developed the Young Artists style, distinguished by the used of brilliant colors, a graphic quality in which shadow and perspective play little part, and focus on scenes and activities from every day life in Bali. I Ketut Tagen is the only Young Artist in the catalogue; he explores new ways of rendering scenes of Balinese life while remaining grounded in the Young Artists strong sense of color and design.

The painters called “academic artists” from Bali and other parts of Indonesia are, in fact, a diverse group almost all of whom share the experience of having received training at Indonesian or foreign institutes of fine arts. A number of artists who come of age before Indonesian independence was declared in 1945 never had formal instruction at art academies, but studied painting on their own. Many of them eventually become instructors at Indonesian institutions. A number of younger academic artists in the catalogue studied with the older painters whose work appears here as well. In Bali the role of the art academy is relatively minor, while in Java academic paintings is more highly developed than any indigenous or traditional styles. The academic painters have mastered Western techniques, and have studied the different modern art movements in the West; their works is often influenced by surrealism, pointillism, cubism, or abstract expressionism. Painters in Indonesia are trying to establish a clear nation of what “modern Indonesian art” is, and turn to Indonesian cultural themes for subject matter. The range of styles is extensive Among the artists are Affandi, a West Javanese whose expressionistic renderings of Balinese scenes are internationally known; Dullah, a Central Javanese recognized for his realist paintings; Nyoman Gunarsa, a Balinese who creates distinctively Balinese expressionist paintings with traditional shadow puppet motifs; Made Wianta, whose abstract pointillism sets him apart from other Indonesian painters.

Since the late 1920s, Bali has attracted Western artists as short and long term residents. Most were formally trained at European academies, and their paintings reflect many Western artistic traditions. Some of these artists have played instrumental roles in the development of Balinese painting over the years, through their support and encouragement of local artist. The contributions of Rudolf Bonnet and Arie Smit have already been mentioned. Among other European artists whose particular visions of Bali continue to be admired are Willem Gerrad Hofker, whose paintings of Balinese in traditional dress are skillfully rendered studies of drapery, light and shadow; Carel Lodewijk Dake, Jr., whose moody paintings of temples capture the atmosphere of Balinese sacred spaces; and Adrien Jean Le Mayeur, known for his languid portraits of Balinese women.

Agung Rai feels that

Art is very private matter. It depends on what is displayed, and the spiritual connection between the work and the person looking at it. People have their own opinions, they may or may not agree with my perceptions.

He would like to encourage visitors to learn about Balinese and Indonesian art, ant to allow themselves to establish the “purity in the connection” that he describes. He hopes that his collection will de considered a resource to be actively studied, rather than simply passively appreciated, and that it will be enjoyed by artists, scholars, visitors, students, and schoolchildren from Indonesia as well as from abroad.

Abby C. Ruddick, Phd
“SELECTED PAINTINGS FROM THE COLLECTION OF THE AGUNG RAI FINE ART GALLERY”


VIEW THE PROFILE

OUR PARTNERS